JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan mengajak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) untuk menyosialisasikan kenaikan besaran pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) atas jasa hiburan. Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kemenkeu Lydia Kurniawati Christyana menyampaikan, bersama dengan Kemendagri, pihaknya akan bersama-sama memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah terkait kebijakan yang tertuang dalam Undang-undang No.1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Melansir dari bisnis.com, “Kita akan melakukan sosialisasi bersama untuk memberikan pemahaman kembali kepada pemerintah daerah bahwa perdanya sudah implemented dan harus disosialisasikan secara baik oleh seluruh pelaku usaha yang ada di wilayah kerjanya,” jelas Lydia dalam media briefing di Kantor Kemenkeu, Selasa (16/1/2024).
Kemudian dengan Kemenparekraf, Kemenkeu berencana untuk mengajak asosiasi industri jasa hiburan untuk membahas regulasi tersebut. Lydia menyebut, Kemenparekraf sudah menyetujui rencana tersebut dan tengah menjadwalkan pertemuan antara pemerintah dan pelaku usaha.
Sementara itu, terkait judicial review atau pengujian yudisial ke Mahkamah Konstitusi yang diajukan oleh sejumlah asosiasi, Kemenkeu akan menyikapi hasil judicial review tersebut. Pemerintah melalui UU No.1/2022 telah menetapkan PBJT atas jasa hiburan untuk penjualan atau konsumsi barang dan jasa tertentu seperti makanan dan minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, dan jasa kesenian dan hiburan. Tarif PBJT ditetapkan paling tinggi sebesar 10%.
Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau SPA, ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%. Tarif PBJT akan ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda). Adapun hingga saat ini DKI Jakarta dan Bali diketahui telah menetapkan pajak hiburan. Pemda Badung, Tabanan, Gianyar, dan Kota Denpasar misalnya, telah menetapkan pajak hiburan sebesar 40%. Kemudian, DKI Jakarta menetapkan pajak hiburan untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/SPA sebesar 40%. Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) No.1/2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Lantaran dinilai berpotensi mematikan usaha, serta penyusunannya pemerintah tak melibatkan para pelaku usaha dan dinilai bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945, sejumlah asosiasi telah mengajukan judicial review ke MK. Asosiasi SPA Terapis Indonesia (Asti) misalnya telah mengajukan judicial review ke MK pada 3 Januari 2024. Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (Gipi) juga tengah mempersiapkan gugatan ke MK untuk melindungi sektor jasa secara keseluruhan. “Jadi kita melihat bahwa unsur-unsur untuk kita lakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi itu sangat-sangat memenuhi persyaratan yang ada,” tegas Ketua Umum Gipi Hariyadi Sukamdani.”